“Masih banyak mahasiswa yang menikmati sebatang rokok sambil menunggu dosen masuk kelas”, terang Ismail (22) mahasiswa manajemen 2007 yang telah menjadi perokok pasif sekitar 1 tahun lalu. “Hal ini membuat FE terasa sesak dengan banyaknya asap-asap rokok yang bertebaran”, lanjutnya.
Itulah ungkapan yang dilontarkan salah satu mahsiswa FE menanggapi keadaaan kampusnya yang jauh dari rasa nyaman. Akan dengan mudah kita menemukan pembakar-pembakar tembakau di lingkungan kampus antara ini. Mulai dari mahasiswa, karyawan dan dosen sekalipun.
“Setahu saya tidak ada ya peraturan dilarang merokok, hanya pernah dengar saja isu tersebut ketika adanya pergantian dekan baru tahun kemarin tapi sampai sekarang nyatanya juga tidak terjadi apa-apa,” ungkap mahasiswa akuntansi 2008 bernama DS yang juga seorang perokok aktif.
Disamping karena sudah menjadi kebiasaan, tidak adanya peraturan yang melarang merokok di kawasan kampus merupakan salah satu alasan yang membuat DS dan kawan-kawannya yang lain masih tetap menikmati batang demi batang lintingan tembakau beracun tersebut. Dia mengakui jika nantinya peraturan larangan merokok memang harus dikeluarkan dia akan berusaha mematuhinya. “Yah sebagai mahasiswa, jika ada peraturan seperti itu saya nurut-nurut saja”, jawabnya.
Peraturan larangan merokok tidak jauh pula dari aturan syariat. Bahkan MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa haram untuk rokok. Maka dalam hal ini, DPPAI, yang merupakan pusat pengembangan keislaman di UII nampaknya juga perlu melakukan hal serupa MUI. Dari dua narasumber DPPAI yang kami temu,i mengemukakan sepakat tentang adanya peraturan larangan merokok.
“Sampai saat ini UII belum mempunyai peraturan tegas tentang larangan merokok, tapi untuk kerjasama dengan seponsor perusahaan rokok sudah tidak diperbolehkan sejak tahun 2006”, ungkap Kadiv Pendidikan dan Pengembangan Isalm DPPAI Pak Supriyanto Pasir dengan nada tegas. “ Meski begitu beberapa fakultas seperti FK, FPSB dan FTSP telah menetapkan aturan larangan merokok di lingkungan kampus, sehingga di sana suasananya lebih nyaman, tenang, bersih dan lebih kondusif untuk belajar”, lanjutnya sambil mengelus jengot panjangnya.
Ditemui di tempat yang sama Pak Zamroni, Kadiv Pendidikan dan Pengembangan Dakwah ikut menimpali, “saat ini peraturan larangan merokok di kampus belum ada kebijakan tetapnya. Kebijakanya ada pada masing-masing Fakultas”.
“Sebetulnya peraturan dilarang merokok di wilayah kampus UII bisa diterapkan. Seperti aturan mengenakan jilbab. Prosesnya bertahap misalnya dari dosen dan karyawan dilarang untuk merokok di lingkungan kampus, lama–kelamaan peraturan tersebut dapat diberlakukan untuk mahasiswa juga”, ungkap bapak yang telah berhenti merokok 1 tahun lalu ini.
Disela penjelasnnya, kedua bapak petinggi DPPAI ini menyatakan bahwa akan jauh lebih mudah menerapkan peraturan tersebut di FE sekarang ini karena dilihat dari sisi birokrasi yang mendukung. Kalau zaman dahulu, salah satu petingginya merupakan perokok berat sehingga akan susah menerapkan aturan larangan merokok.
“Maaf ya..untuk dulu FE mungkin akan susah menerima peraturan ini karena C** M** pasti akan lebih memilih dipukuli masa daripada harus berhenti dari kegiatan menghisap tembakau”, selanya yang diamini oleh rekan kerjanya Pak Pasir serta disusul dengan tawa dari kami berdua. Dan wawancara yang menyenangkan pun berakhir dengan beberapa pesan bahwa peraturan berhenti merokok haruslah dijalankan terlebih dahulu dikalangan dosen dan karyawan karena merekalah yang dijadikan contoh serta panutan mahasiswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar